Sabtu, 14 Januari 2012

TAMBANG DI SULTRA

TAMBANG VS MASYARAKAT
Penulis : NASRUDDIN
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Hukum
Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.
Email: nasruddin19@ymail.com/hp.085241968051.

Usaha Pertambangan di Sulawesi Tenggara menunjukkan kemajuan yang sangat besar hal ini disebabkan karena potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah ini cukup potensial untuk usaha tersebut sehingga hampir setiap daerah di Sulawesi Tenggara ini terdapat perusahaan-perusahaan baik local,nasional maupun perusahaan asing yang bergerak di bidang pertambangan berinvestasi di daerah ini. Daerah itu antara lain Bombana, Konawe Utara, Kolaka dan Kolaka Utara, Konawe Selatan dll.  Daerah-daerah itu hampir memiliki kesamaan dalam hal kandungan mineral yang terdapat di daerahnya ada emas, nikel, crom, aspal,timah, tembaga, dan masih banyak lagi kandungan bentuk kekayaan alam di daerah Sulawesi Tenggara ini.

Hadirnya beberapa perusahaan tambang yang bergerak dibidang pertambangan tentunya akan memberikan warna sekaligus tantangan baru bagi daerah potensial tersebut segala proses administrasi sampai menuju kebagian eksplorasi eksploitasi dan produksi akan selalu melibatkan pemerintah daerah setempat sampai bertahun-tahun kemudian perusahaan tersebut meninggalkan daerah itu.

Kekayaan alam adalah milik rakyat. Kekayaan alam ini akan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang di kuasai oleh Negara, ini adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945. Namun hasil kekayaan alam Negara ini tidak secara langsung dapat dirasakan karena hal tersebut diatur dan diprogramkan sendiri oleh pemerintah sebagai manifestasi dari Negara itu sendiri.
Dasar pertama adalah penyatuan persepsi yang umum harus dipahami adalah amanat undang-undang ini bahwa pemilik kekayaan alam adalah rakyat Indonesia kemudian rakyat mengamanatkan pengelolaannya kepada Negara untuk mencapai tujuan dari bernegara Indonesia. Pemerintah sebagai representasi dari Negara diberi hak untuk mengelolah kekayaan sumber daya alam agar dinikmati oleh rakyat secara berkeadilan dan merata yang prinsipnya bahwa  kemakmuran rakyat adalah semangat dan cita-cita akhir dari negara kesejahteraan (welfare state) yang tidak bisa ditawar-tawar lagi ringkasnya yaitu Negara mengatur,mengurus, mengelola,dan  mengawasi pengelolaan dan pemanfaatannya.

Kepemilikan atas bahan tambang dan lahan tambang, hal ini memiliki hubungan yang sangat erat. untuk kepemilikan bahan tambang hampir disetiap negara berbeda perbedaan itu tentunya dipengaruhi oleh banyak hal termasuk  falsafah kepemilkan Sumber Daya Alam (SDA) yang dianut. Di Negara-negara kerajaan misalnya tentunya Raja adalah pemilik bahan tambang; di Amerika dan Australia untuk privat land, pemilik tanah otomatis adalah pemilik bahan tambang, di Rusia Negara adalah pemilik semua bahan tambang; di Indonesia, pemilik bahan tambang yang ada dalam wilayah hukum pertambangan adalah Bangsa Indoneia.
Di Negara kita, kepemilikan bahan tambang dapat beralih kepada pihak lain. Kewenangan Pemerintah memberikan kuasa kepada pihak lain tersebut (Kontraktor,Perusahaan atau Badan usaha yang bergerak dibidang tambang) diatur dalam Undang-Undang Pokok-Pokok Pertambangan (Nomor 11/1967), spesifik pada Undang-Undang Mineral dan Batubara (Nomor 4/2009) setelah mereka memenuhi kewajiban kepada Negara yang sesuai dengan kontrak (Iuran tetap, Royalty, atau Kewajiban pajak lainnya). hal inilah pemasukan Negara  yang akan dikelolah untuk kemakmuran rakyat.
Lain halnya dengan lahan, antara bahan tambang dengan lahan tambang dalam rumusannya tentu terdapat perbedaan namun tidak dapat dipisahkan, pemilik lahan atau pemilik tanah adalah siapa saja asalkan warga Negara Indonesia Asli dan memilik bukti kepemilikan/alas hak. Namun pentingnnya diketahui karena ada batas-batas hak kepemilikan yang boleh dimiliki oleh Rakyat/Warga Negara yang diatur oleh Peraturan Perundang-Undangan. disini kemudian masuk unsur wilayah kuasa pertambangan setiap pemilik izin Kuasa Pertambangan (KP). Berbagai permasalahan yang terjadi terkait pertambangan sebagian besar terdapat dalam bagian ini, pada bagian ini adalah problem yang kadang kala memberikan konflik horinsontal kepada yang merasa memilki kepentingan. baik antara pemilik lahan dengan Pemerintah, Pemerintah dengan pihak pengusaha pertambangan, perusahaan tambang dengan sesama perusahaan tambang dan perusahaan tambang dengan warga masyarakat. Hal ini sulit untuk dihindari, dan ini hampir terjadi disetiap daerah potensial tambang di Sulawesi Tenggara dan pada umumnya di Indonesia ringkasnya persoalan ini selalu terjadi dimana-mana.
Pada umumnya  dalam berbagai pengamatan yang dilakukan oleh penulis, adalah tidak adanya komunikasi atau kurangnya informasi dan teknik untuk tidak masuk dan terjerumus ke dalam persoalan tambang. Pemerintah daerah yang memegang prinsip otonomi daerah dan dialah penentu kebijakan, dari setiap kebijakan itu semestinya jauh dari persepsi yang tidak konstruktif, jauh dari pengkritik yang beranggapan bahwa pemerintah seakan buta hati dan seenaknya mengeluarkan Izin Kuasa Pertambangan (KP) tanpa mau tahu ada atau tidak adakah warganya yang masuk dalam wilayah KP tersebut ? ada atau tidak adakah warganya yang memiliki lahan yang masuk dalam wilayah izin KP yang dikeluarkan ? Penafsirannya lebih kepada prinsip otonom dan prinsip kebijakan pemerintah dan pada bahan tambang kandungan mineral yang ada didalamnya atau mungkin ada unsur yang lain. Sedangkan untuk lahan yang masuk dalam wilayah izin kuasa pertambangan semestinya masih perlu dikaji dari segi hukumnya, sosial dan ekonominya secara lebih mendalam.

Dalam beberapa peristiwa masalah pertambangan yang terkait dengan kotroversi siapa yang berkuasa atas suatu lahan tambang selalu terjadi dan tidak dapat dihindari. Bukankah sebelum terjadi permasalahan seperti itu bisa dikomunikasikan atau disosialisasikan terlebih dahulu tentang adanya perusahaan X. yang akan melakukan aktifitas pertambangan. Gagasan-gagasan untuk tidak saling merugikan diantara semua yang berkepentingan yakni perusahaan pertambangan, pemilik lahan dan pemerintah. semestinya didahulukan sebelum melangkah ke tahapan berikutnya. Sang Pengkritik akan melihat pada sisi ini karena disisi ini pulah arah kebijakan oleh pengambil kebijakan itu dapat dilihat apakah kepentingan itu untuk rakyat atau sebaliknya semua hanya atas nama rakyat, rakyat, dan rakyat. Disinilah pentingnya fungsi hukum itu, ketika hukum dipahami maka setiap langka yang akan diambil suda diantisipasi tentang benar atau salahnya sudah dapat diminimalisir bukan semata-mata menjadikan hukum untuk menyelesaikan persoalan setelah semuanya terjadi, karena hal itu hanya memunculkan permasalahan baru. kita semua anak bangsa yang ingin hidup layak maka mestinya mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya, bukan untuk bercerai berai.
TERIMAH KASIH.

1 komentar:

  1. Permasalahan mengenai tambang di sultra memang cukum memprihatinkan.... rakyat menunggu faedah dari tambang,, tapi kenyataannya,,, hal itu jauh untuk dapat menikmati

    BalasHapus