BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Mempelajari filsafat adalah sesuatu hal yang menarik dan
banyak didiskusikan di kalangan akademisi perguruan tinggi. Bukan tidak mungkin
dengan jalan berfilsafat kita akan dapat merubah dunia sesuai dengan keinginan
kita. Orang yang pertama memperkenalkan filsafat dalam pandangan barat diperkirakan muncul pada abad ke-7 Sebelum Masehi adalah
Thales di yunani sehingga digelar sebagai filosof.
Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir dan
berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan disekitar mereka dan tidak
menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini. Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul
di yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia,
Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di
daerah lain-lainnya, diyunani tidak ada kasta pendeta sehingga secara
intelektual orang lebih bebas berfikir dan berfikir tentang sesuatu.
Setelah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat
Turki, terkenal pula filosofi-filosofi Yunani yang terbesar tentu saja ialah:
Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates adalah guru Plato sedangkan
Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah
filsafat tidak lain hanyalah “komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini
menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.
Selanjutnya dalam filsafat timur dapat dibedakan kedalam
3 filsafat india, cina dan islam. terdapat beberapa aliran yang sangat
berpengaruh, yaitu hinduisme, Budhisme, konfusianisme, taoisme dan islam. Dalam
aliran-aliran ini dipengaruhi oleh aliran hinduisme dan taoisme dikisaran cina dan
asia timur sedangka islam pengaruhnya di bagian timur tengah. Dalam peradaban
filsafat india dikenal literatur suci yaitu wedah dan di sebut dengan jaman
wedah (2000 SM-600 SM), Skeptinisme, Puranis, muslim sampai kezaman moderen
(setelah 1757). Kemudian dalam filsafat cina, filsafat dalam pemikiran cina
adalah lebih merupakan pandangan hidup dari pada ilmu. Terdapat tiga agama yaitu
konfusianisme, taoisme, budhisme. Taosime dikenal sebagi filsafat yang
mengajarkan manusia agar mengikuti alam, dan sebaliknya taoisme sebagai
agama mengajarkan agar manusia menentang
alam begitupula dengan hinduisme sebagai agama dan filsafat mengajarkan tentang
harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Periode besar cina yaitu zaman klasik
(600-200 SM) sampai kezaman moderen sekitar 1500 masuknya portugis pembawa
ajaran Karl Marx dan Lenin dan di adopsi oleh tokoh cina Mao Tse Tung Tahun
1949.
Dalam pandangan filsafat islam, filsafat lebih
perpengaruh dalam konteks alam semesta dan masalah manusia atas dasar ajaran
agama. Berdasarkan wilayahnya, filsafat islam dibagi 2 yaitu masyriki dengan
filosof al-kindi, Alfarabi, Ibnu sina, dan Algasali. Menurut al kindi
filsafat adalah pengetahuan tentang
hakikat tentang segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filsuf
untuk mencapai kebenaran dalam berpraktik. Ada 3 (tiga) kesesuaian Menurut Al
kindi yaitu Ilmu Agama merupakan bagian dari Filsafat, wahyu yang diturunkan
kepada nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian, menurut ilmu secara
logika diperintahkan oleh agama. Wilayah maghribi dengan filosofnya seperti
Ibnu majah, Ibnu Tufhail, dan Ibnu rusyid. Menurut Ibnu Rusyid, filsafat tidak
bertentangan dengan agama islam, filsafat diwajibkan untuk dipelajari atau
paling tidak dianjurkan karena filsafat adalah mengajak orang berfikir.[1]
Singkat sejarah filsafat diatas tentunya akan memberikan
gambaran secara umum tentang pemikiran-pemikiran filsafat dalam pandangan
pemikiran secara umum dan luas. namun secara khusus, filsafat akan mengarah
kepada pemikiran filsafat yang memisahkan berbagai cabang ilmu filsafat dan sub
disiplin ilmu yang salahsatunya adalah filsafat hukum. Filosof-filosof dalam
berbagai kajian sejarah, hukum dapat ditemukan dalam posisi pembagian filsafat
menurut Aristoteles :
a. Logika;
b. Filsafat teoritis: mencakup fisika, matematika, dan metafisika;
c. Filsafat Praktis: filsafat Etika, filsafat ekonomi dan filsafat politik;
d. Filsafat poetika atau seni budaya;
Namun secara
Mutakhir filsafat dibagi :
-
Filsafat teoritis : logika, Metafisika/ontologi,
Kosmologi/Filsafat Alam, dan antropologi.
-
Filsafat Praktis: Etika, Filsafat agama, da filsafat
Kebudayaan.
Secara Sederhana
menjadi 3 momentum :
Ø Pendahuluan filsafat dipelajari logika;
Ø Persoalan filsafat dipelajarimetafisika;
Ø Tujuan Filsafat di pelajari etika.[2]
Melihat
penyederhanan filsafat diatas filsafat hukum masuk dalam lingkup filsafat
praktis lingkup etika, dalam lingkup kajian tujuan filsafat yang mempelajari
etika sebagai salah satu pandangan dan dalam pandagan yang lain bahwa filsafat
hukum adalah bagian dari filsafat umum tertentu, karena ia menawarkan refleksi
filosofis mengenai landasan hukum umum. Tapi dalam kalangan praktisi dan ahli
hukum condong kepada filsafat umum.
Sudut pandang yang digunakan untuk membahas filsafat
hukum oleh Carl joachim Friedrich ada 2 (dua), meskipun dia lebih condong
secara ilmiah mengarah kepada sejarah filsafat. pertama filsafat hukum “ilmiah”
mesti membahas perkembangan doktrin-doktrin filsafat guna menetapkan problema
mana yang telah diklarifikasi secara signifikan agar kita dapat membangun
diatas fondasi yang sudah disediakan oleh pemikiran sebelumnya. Dan, kedua
setidaknya diperlukan uraian singkat tentang landasan filsafat mana yang
mendasari tiap kontribusi tertentu, yakni dari filsafat umum manakah ia muncul.
Filsafat hukum menurut Prof.Soejono adalah sebuah hasil
pemikiran. Meskipun terdapat banyak pendapat dan aliran-aliran aliran filsafat
hukum, mulai dari aliran hukum alam, positif,
utilitiarisme,sejarah,sociological jurisprudence sampai ke realisme hukum namun
pada prinsipnya peninjauannya berpusat pada 4 pokok yaitu hakekat dan
pengertian hukum/fungsi transsendental logis, cita dan tujuan hukum dalam/fungsi
fenomenalogis, berlakunya hukum/fungsi de-ontologis dan pelaksanaan/pengamalan
hukum itu sendiri/fungsi ontologis.
Filsafat hukum dalam fungsi ontologis yakni mencari dan
menciptakan landasan-landasan hakiki yang mempersatukan secara struktural dan
ideal keseluruhan bangunan dan sistem hukum yang berdiri diatasnya.
Dan pokok yang dicari oleh manusia sepanjang waktu
semenjak eksistensinya sebagai makhluk berfikir hingga kini munkin sampai akhir
zaman ialah kebenaran hakiki yang akan menjadi dasar dan kebahagiaan lahir dan
batin yang baik, indah,dan adil bagi dan dalam kemah kehadiran manusia dimaya
pada.[3]
Melihat pentingnya fungsi ontologis pada pengantar latar belakang
penulisan ini, maka penting kiranya untuk membahas secara detail fungsi ini
dengan judul “ FUNGSI ONTOLOGIS SEBAGAI SALAH SATU FUNGSI FILSAFAT HUKUM” dalam
mata kuliah filsafat hukum.
1.2.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah
Mengkaji
fungsi ontologis sebagai salah satu fungsi filsafat hukum dalam batasan
filsafat hukum.
1.3.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan dalam makalah ini adalah
Untuk memahami
pentingnya fungsi ontologis sebagai salah satu fungsi filsafat hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fungsi dan Peranan Filsafat Hukum
Jika kita mengkaji kedudukan dan
hakekat fungsi hukum dalam konteksnya bahwa filsafat adalah sebagai hasil
ijtihad-pemikiran yang metodis-sistematis radikal mengenai hukum (mhetodis systematis radicale over het
recht), dapat diprediksikan bahwa sebagian besar masyarakat dan termasuk
pulah praktisi hukum, akademisi dan para legislator yang setiap hari menjadikan
hukum sebagai komsumsi yang tidak pernah terpisahkan namun ternyata tidak
merasakan dan menghayati akan kebutuhan yang amat sangat penting/azasi mengenai
pemikiran filosofis tentang hukum. pada hal secara umum filosof, eksistentensi
dari filsafat hukum itu mutlak didambakan.
Hukum maupun ilmu hukumnya, adalah
sebagai aspek pengejawantahan cipta, rasa dan karsa manusia. Ini adalah
kebutuhan. hukum tidaklah mesti hanya dipahami atau dihayati tetapi yang
terpenting juga diamalkan atau dilaksanakan tentang tujuannya yanng hakiki
yakni nilai keadilan- kebenaran, ketertiban-kesejahteraan. Numun apabila makna
dan fungsi utama pokok dari hukum ialah sebagai “gemeinscaftsregelung im
dienste der gerech tigkeit, maka tujuan utama dari filsafat hukum ialah “the
clarification of legal values and
postulates up to their ultimate philosofical foundations”.[4]
Theo Hujbers mengatakan
bahwa aturan hukum adalah aturan Allah. Hukum berfungsi untuk menjamian suatu
aturan hidup sebagaimana dikehendaki Allah.[5]
Prof. Soejono mengatakan apabila ilmu hukum beserta teori
hukum (rechtstheorie) mempelajari
sarengat dan tarekat dan sampai pada batas tertentu juga hakekat,[6]
maka filsafat hukum menjelajahi hakikat dan ma’rifat dari hukum.
Kajian dalam studi ilmu hukum dan
teory hukum dalam pandangan ahli tentu berbeda. Perbedaan itu dapat dilihat
dalam kutipan Prof.Soejono. yaitu ilmu hukum mempelajari recht sistematiek dan
recht dogmatiek yang keduanya disebut sebagai versamenlaam/gabungan disamping
itu juga mempelajari sociologi and perbandingan hukum. Sedangkan recht theori
atau teori hukum menfokuskan perhatiannya pada bidang categoreen-leer, yakni
mengenai kesamaan-kesamaan dalam bentuk lembaga-lembaga hukum dari berbagai
tata hukum (het gelijke in de vorm) yang pada umumnya adalah
pengertian-pengertian dasar (groonbergippen) yang bersifat logis a priori.
Beberapa fungsi filsafat hukum. G DelVecchio membagi fungsi dari filsafat hukum menjadi
tiga yaitu :
1.
Fungsi
transendental logis yaitu menyusun pengertian hukum yang fundamental.
2.
Fungsi
fenomenologis yaitu meneliti sejarah universal dari hukum sebagi bentuk
pengejahwantahan dari cita hukum yang lestari.
3.
Fungsi de-ontologis
yaitu meneliti cita hukum (rechts idee), dimana hukum itu keadilan atau hukum
kodrat, sebagai ukuran idiil yang umum bagi keadilan atau kedzoliman hukum
positif.
Dalam paham yang
luas mengenai makna dan fungsi dari filsafat hukum, yang merangkum
pengertian-cita hukum, tujuan dan berlakunya hukum (begriff-zweek-dan geltung
des rechts) maka sebagian dari konsekuensinya adalah suatu anggapan bahwa teori
hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari filsafat hukum.
Seperti dikemukakan diatas terkait
tujuannya hukum yang hakikih yakni nilai keadilan- kebenaran,
ketertiban-kesejahteraan atau yang disebut sebagai nilai-nilai yang
mutlak-universal-abadi pada dasarnya membawa manusia pada garis atau batas
ontologis yang menakjubkan, namun seolah-olah nilai-nilai ini sering kali
membingungkan. Nilai-nilai ini menempatkan manusia diatas jalan pada sebuah
perjalanan yang memiliki awal tetapi tampa atau tidak jelas akhirnya hal ini
seringkali dirasakan oleh para ilmuan atau philosof. Maka seorang filosof pernah
berkata bahwa filsafat itu sesungguhnya bukan berobyek pada problema-problema
tetapi pada misteri-misteri. Untuk problema manusia pada suatu saat akan dapat
menemukan jawabnnya serta pemecahannya, tetapi untuk misteri-misteri
seolah-olah manusia hanya mampu mempersoalkan atau menetapkan persoalnnya.
Walaupun kadang-kadang serasa mendapatkan jawaban perkiraan dan sementara
waktu, namun tidak pernah mewujudkan kepastian dan ketuntasan.[7]
Mengenai fungsi dan peranan filsafat
dalam fungsi ontologis Prof.Soejono menuliskan bahwa hukum adalah pengawal
pembangunan yang memerlukan landasan-landasan teori hukum itu sendiri dan
filsafat hukum. Landasan-landasan teori dan filsafat hukum yang dimaksud adalah
landasan yang berwawasan ontologis.
Wawasan ontologis oleh Prof soejono
dianggapnya mengandung metode-pendekatan dan gaya-penggarapan yang bercorak
logis dan rasional, intelektual, etis-irrasional dan divinatoris yakni
berma’rifat kepada Tuhan seru sekalian alam. Beliau sangat mengharapkan kepada
seluruh praktisi hukum dan pengawal pembangunan harus memiliki kecerdasan dan
keterampilan tekhnis berkewajiban pula karena kodratnya memulai dan menekuni
meditasi, berkontempelasi, tidak mementinkan diri sendiri ikhlas, tenang, tidak
iri atas rezeki dan kebahagiaan orang lain dan selalu bersyukur kepada Tuhan (jujur
sabar dan berbudi luhur).
Fungsi hukum dalam bukunya Theo
Hujbers”filsafat, sejarah para filsuf” bahwa pada zaman romawi kuno, dipandang
sebagai berkaitan dengan alam, alam dikuasai hukum. Pemikiran juga manusia yang
termasuk alam itu. Dalam rangka pandangan ini hukum berfungsi untuk mengatur
alam supaya menurut garis-garis tertentu, lagi pula mengatur hidup manusia
supaya mengikuti peraturan-peraturan yang sesuai dengan hakekatnya. Dalam pertengahan
abad hal ini berubah, hukum tetap
dipertanyakan dengan fungsinya yang semula, yakni menciptakan aturan.[8]
2.2 Ontologis, Nilai dan Fungsinya
2.2.1 Pengertian dan nilai ontologis
Pada tataran filsafat, Filsafat sebagai dasar dalam
filsafat ilmu, atau sains dibagi tiga bagian, ialah ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Ontologi berasal dari kata yunani “ onto” yang berarti sesuatu yang
sungguh ada, atau kenyataan yang sesungguhnya. Dan “logos” yang berarti studi
tentang atau teori yang membicarakan atau dapat juga berarti ilmu.
Salah satu pendapat filosofi hukum
dapat ditemukan dalam posisi pembagian filsafat menurut Aristoteles membagi 4
bagian seperti yang dikemukakan dalam pendahuluan tulisan ini :
·
Logika;
·
Filsafat teoritis: mencakup fisika, matematika, dan
metafisika;
·
Filsafat Praktis: filsafat Etika, filsafat ekonomi dan
filsafat politik;
·
Filsafat poetika atau seni budaya;
Namun secara Mutakhir filsafat dibagi :
-
Filsafat teoritis : logika, Metafisika/ontologi,
Kosmologi/Filsafat Alam, dan antropologi.
-
Filsafat Praktis: Etika, Filsafat agama, da filsafat
Kebudayaan.
Secara Sederhana menjadi 3 momentum :
Ø Pendahuluan
filsafat dipelajari logika;
Ø Persoalan
filsafat dipelajarimetafisika;
Ø Tujuan
Filsafat di pelajari etika.[9]
Dalam
pandangan diatas sangat jelas tentang teori nilai-nilai yang dipelopori oleh
LOTZE tapi pada pokoknya berusaha mewujudkan kompromi dan perdamaian. Dari
unsur-unsur tata nilai diatas dapat dibagi menjadi 2 bagian pokok yakni :
·
Nilai-nilai berdasarkan nafsu terdiri atas :
-
Nilai kenikmatan (lust-waarden),- hedonisme,epikurisme.
-
Nilai Vital (vitale waarden)-vitalisme, naturalisme.
-
Nilai kegunaan (nuts-waarden).
·
Nilai-nilai rokhania terdiri atas :
-
Nilai logis (akal, rasional dan sebagainya).
-
Nilai estetis.
-
Nilai etis.
-
Nilai keagamaan/religius.
2.2.2.
Pandangan Fungsi Ontologis
Fungsi Ontologis
yaitu Mencari dan menciptakan landasan-landasan hakiki yang mempersatukan
secara struktural dan ideal keseluruhan bangunan dan sistem hukum yang berdiri
diatasnya.
Fungsi filsafat, salah satu filosof yang mengemukakan
fungsi filsafat adalah G Del Vecchio dalam bukunya “lezioni di filosofia dell
diretto bagi beliau bahwasanya hakikat pengertian hukum (ressbeggriff) walaupun
tidak formal tapi normatif dan netral, tidak dapat diukur/ditentukan dari
sejarah, etika agama maupun ketentuan umum, tidak dapat membedakan antara baik
dan buruk, antara yang adil dan tidak adil. Yang mampu mengadakan ukuran
pembedaan itu adalah cita hukum (rechts idee). Karena itu beliau membagi fungsi
dari filsafat hukum menjadi tiga namun ditambahkan satu oleh Prof.Soejono.
yaitu :
·
Fungsi
transendental logis yaitu menyusun pengertian hukum yang fundamental.
·
Fungsi
fenomenologis yaitu meneliti sejarah universal dari hukum sebagi bentuk
pengejahwantahan dari cita hukum yang lestari.
·
Fungsi de-ontologis
yaitu meneliti cita hukum (rechts idee), dimana hukum itu keadilan atau hukum
kodarat, sebagai ukuran idiil yang umum bagi keadilan atau kedzoliman hukum
positif.
·
Fungsi Ontologis
yaitu Mencari dan menciptakan landasan-landasan hakiki yang mempersatukan
secara struktural dan ideal keseluruhan bangunan dan sistem hukum yang berdiri
diatasnya.[10]
Keadilan
bagi Del-Vecchioo adalah cita idiil yang dilepaskan dari segala macam masalah
tekhnis dan merupakan nilai kepribadian mutlak atau kebebasan yang sama bagi
semua manusia yang didambah dan disanggah oleh hati nurani manusia.[11]
2.3 Metode-Metode Fungsi Ontologis
Penemuan hukum dengan hasil keputusan hati nurani
terhadap perkara yang ada oleh para praktisi hukum menurut Prof. Soejono.
Sepanjang masih menggunakan sebuah metode dan aproach yang bersifat
intelektual, logis, rasional, intuitif, etis dan divinatoris dinamakan sebagai
metode ontologis.
Rasional logis
maksudnya sebagai sarana objektif, intuitif sebagai sarana batiniah untuk
melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang dipikirkan atau diteliti.
Sedangkan aspek divinatoris sebagai sentral fundamentalis karena bersangkutan
dengan suatu rasa di dalam diri manusia yang bersifat immateriil-metafisis yang
mampu untuk menangkap dan menerima inspirasi
yang tidak terbatas pada intelektual dan budi akan tetapi jauh menjulang
lagi yakni kepada Tuhan Seruh Sekalian Alam.
Metode ontologis tersebut secarah struktural dan
fungsional akan mewujudkan dan atau menjamin hasil yang memenuhi persyaratan
fundamental dari suatu putusan yang ideal yakni adil dan konsisten. Gambarannya
adalah dengan memperhatikan hakekat dan makna dari hukum yakni sebagai
peraturan yang mengatur hidup bersama manusia menuju ketentraman dan keadilan
(L.J van Apeldoorn) atau yang mengatur masyarakat untuk mengabdi kepada
keadilan (Gustav Rudbruch) atau sebagai keadilan dan kebenaran itu sendiri
(Victor Hugo) untuk mengatur penghidupan menuju/mencapai kemakmuran.[12]
2.4. Wawasan Ontologis Hukum
Pembiasaan diri tekun melakukan meditasi dan kontemplasi
serta tidak mementingkan diri sendiri dan senantiasa percaya, ingat dan taat
kepada Tuhan yang Maha Esa, serta rela-ikhlas serta jujur sabar dan budi luhur
oleh Prof.Soejono dinamakan metode pendekatan yang stadium tinggi dan terkhir
senantiasa mendambakan hidayah dan inayah dari Tuhan beliau menamakan hal ini
sebagai wawasan ontologis.
Dalam sistem sosial yang didalamnya terdapat berbagai
macam pengaruh kehidupan yang oleh Plautus menamakannya homo-homini-lupus yang artinya manusia yang satu adalah serigalah
bagi manusia yang lain. Sistem ini akan mampuh merubah polah tingkah laku dan
pola pikir terhadap sesuatu. Wawasan ontologis mutlak diperlukan dalam kondisi
ini.
Dalam kondisi tersebut
wawasan ontologis dijadikan pengendalian keseimbangan diri manusia
maupun masyarakat dalam konteks sosial, termasuk pula sistem maupun sub-sistem
sarana dan wahana yang harus diterapkan dan digunakan untuk mencapai tujuan
hidup.
Suatu sistem yang
tidak berpegang teguh kepada wawasan ontologis dan tidak pulah dikawal oleh
hukum dan filsafat hukum maka sistem itu tidak akan berhasil dan munkin akan
dikutuk oleh zaman. Selain itu sukar untuk mencapai tujuan hukum dimana hukum
sebagai sarana atau alat untuk mengatur dan menjaga ketertiban masyarakat yang
berkeadilan dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial.[13] Dan menurut Muhammad Hatta yang
menggambarkannya kedalam pentingnya pengetahuan untuk memahami pengetahuan tentang
sesuatu yang dengan pengetahuan itu akan dapat dideteksi permasalahan yang
mengantarkan manusia untuk mencari sebab dan akibat yang mengarah kepada sebuah
betuk keilmuan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Filsafat hukum adalah hasil pemikiran yang metodis
sistematis dan radikal mengenai hakikat dan hal-hal fundamental dan marginal
dari hukum dalam segal aspeknya, yang peninjauannya berpusat pada : Hakekat
hukum, cita dan tujuan hukum, berlakunya hukum, dan penerapan/pengalaman
hukum.
Hukum maupun ilmu hukumnya, adalah sebagai aspek pengejawantahan cipta,
rasa dan karsa manusia. Ini adalah kebutuhan. hukum tidaklah mesti hanya
dipahami atau dihayati tetapi yang terpenting juga diamalkan atau dilaksanakan
tentang tujuannya yanng hakiki yakni nilai keadilan- kebenaran,
ketertiban-kesejahteraan. Numun apabila makna dan fungsi utama pokok dari hukum
ialah sebagai “gemeinscaftsregelung im dienste der gerech tigkeit, maka tujuan
utama dari filsafat hukum ialah “the clarification of legal values and
postulates up to their ultimate philosofical foundations.
Pembiasaan diri tekun melakukan meditasi dan kontemplasi
serta tidak mementingkan diri sendiri dan senantiasa percaya, ingat dan taat
kepada Tuhan yang Maha Esa, serta rela-ikhlas serta jujur sabar dan budi luhur
oleh Prof.Soejono dinamakan metode pendekatan yang stadium tinggi dan terkhir
senantiasa mendambakan hidayah dan inayah dari Tuhan beliau menamakan hal ini
sebagai wawasan ontologis.
Filsafat hukum dalam fungsi ontologis yakni mencari dan
menciptakan landasan-landasan hakiki yang mempersatukan secara struktural dan
ideal keseluruhan bangunan dan sistem hukum yang berdiri diatasnya.
3.2 Saran
Dalam pembuka sara ini, penulisingin mengutip kembali
kalimat Bung Hatta dalam bukunya Pengantar Kejalan Ilmu Pengetahuan Yaitu:
Ilmu tampa agama adalah lumpuh...
dan agama tampa ilmu adalah buta...
Kepada
pembaca yang budiman, bahwa salahsatu aspek penting dalam pembahasan tulisan
ini adalah wawasan ontologis berfikir dengan sebuah pendekatan yang pada
dasarnya lebih dekat dengan agamah. Maka penulis ingin mengatakan didalam
sebuah ajaran agama (islam) sangat mementingkan yang namanya niat.
Innama A’malu binniat...
Segala sesuatunya amal tergantung dari niat...
maka perbaiki niat kita sebelum melakukan
sesuatu apalagi hal itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan yang namanya
hukum.
[1] Prof.Dr.H.Muchsin, SH.
2004. Piagam madinah, filsafat timur, filosof islam dan pemikirannya. Hal.26.
[3] Prof.Sri Sumarwani.Peran hakim Agung sebagai agent Of change
untuk meningkatkan kualitas putusan dalam mewujudkan law and legal reform.Hal.3
[6] Hakikat, ma’rifat,
tarikat adalah peristilahan dalam ilmu tasawuf. Biasanya dalam lingkup ajaran
agama islam.
[7] Doolhof/libirynth” dalam
terjemahan oleh Soejono Koesoemo Siswoero dalam fungsi dan peranan filsafat
dalam pembangunan di indonesia.
[11] Prof.soejono koesoemo sosworo.1989.
mempertimbangkan beberapa pokok pikiran pelbagai aliran filsafat hukum dalam
relasi dan relevansinya dalam pembangunan dan pembinaan hukum indonesia. Hal
13.
Assalamualaikum Mas, salam kenal saya Khairul Nasri (Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat), terimakasih untuk kiriman tulisan Mas di Blog pribadi Mas, dan telah saya Baca (postingan 03 April 2012, tentang Filsafat Hukum, Mengenal Hukum Indonesia)
BalasHapusAda referensi penting yang Mas lampirkan dalam tulisan Blog, yaitu buku karangan (Prof.Soejono Koeseomo Sisworo, Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat Hukum, Undip Press: 1980)
Saya mau tanya Mas, Mas dapat referensi tersebut di koleksi Perpus UIN Malang, atau Mas koleksi pribadi, saya butuh sekalii buku tersebut Mas, kalau buku tersebut masih Mas ketahui keberadaannya, Mohon dengan senang hati Mas untuk memberikan info ke saya Mas, terimakasih. Wassalam.
Assalamualaikum Mas, salam kenal saya Khairul Nasri (Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat), terimakasih untuk kiriman tulisan Mas di Blog pribadi Mas, dan telah saya Baca (postingan 03 April 2012, tentang Filsafat Hukum, Mengenal Hukum Indonesia)
BalasHapusAda referensi penting yang Mas lampirkan dalam tulisan Blog, yaitu buku karangan (Prof.Soejono Koeseomo Sisworo, Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat Hukum, Undip Press: 1980)
Saya mau tanya Mas, Mas dapat referensi tersebut di koleksi Perpus UIN Malang, atau Mas koleksi pribadi, saya butuh sekalii buku tersebut Mas, kalau buku tersebut masih Mas ketahui keberadaannya, Mohon dengan senang hati Mas untuk memberikan info ke saya Mas, terimakasih. Wassalam.